Client : ARISE+ INDONESIA

Pembiayaan ekspor merupakan bagian tak terpisahkan dari percepatan ekspor Indonesia. Namun, proporsi pembiayaan ekspor terhadap total ekspor di Indonesia relatif stagnan di bawah 10% selama beberapa tahun terakhir, menekankan perlunya inisiatif yang ditujukan untuk perbaikan ke depan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi isu-isu terkait pembiayaan ekspor, memetakan kebijakan pemerintah yang ada di bidang pembiayaan ekspor, melakukan benchmarking dengan negara lain terkait pembiayaan ekspor dan merumuskan rekomendasi bagi pemerintah untuk mendukung percepatan ekspor di dalam negeri. Untuk mengumpulkan data dan analisis, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan studi pustaka, focus group discussion (FGD), dan wawancara mendalam kepada 15 pemangku kepentingan pada November-Desember 2022, termasuk lembaga pemerintah, eksportir, bank, dan penyedia asuransi.

Menurut Bank Indonesia, pembiayaan ekspor adalah semua pembiayaan yang diberikan kepada eksportir dan pemasok untuk mendukung produksi, pengumpulan, dan penyiapan barang yang berkaitan dengan transaksi ekspor. Sementara itu, Kementerian Perdagangan mengkategorikan pembiayaan ekspor menjadi pembiayaan pra pengapalan dan pembiayaan pasca pengapalan.

Wawancara mendalam dengan bank mengungkapkan bahwa mereka umumnya menganggap kredit ekspor hanya mencakup pinjaman modal kerja. Hal ini berbeda dengan definisi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) – lembaga pembiayaan ekspor yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia – yang juga mencakup investasi dan pinjaman terkait ekspor lainnya di bawah kredit ekspor. Akibatnya, tidak ada perbedaan yang signifikan antara kredit ekspor LPEI (sendiri) dengan total kredit ekspor bank-bank BUMN Indonesia (terdiri dari 5 bank). Pada Agustus 2022, total kredit ekspor LPEI mencapai Rp83 triliun berbanding Rp94 triliun untuk bank-bank BUMN.

Di bidang asuransi kredit perdagangan, Indonesia memiliki utama penyedia utama Asuransi Kredit Perdagangan/Trade Credit Insurance, yaitu Asuransi Asei (anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara) dan LPEI. Wawancara mendalam dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengkonfirmasi rendahnya penetrasi pasar asuransi kredit ekspor, yang mungkin disebabkan oleh rendahnya keahlian di pasar tersebut. Wawancara mendalam dengan bank lokal juga menegaskan bahwa hanya sedikit dari mereka yang menggunakan layanan ini. Salah satu bank BUMN, misalnya, lebih memilih menyerap risiko pembeli dengan melibatkan pihak ketiga untuk melakukan trade checking terhadap pembeli asing.

Benchmarking terhadap negara lain menyoroti relevansi lembaga ECA (Export Credit Agency) dan TCI (Trade Credit Insurance) untuk mendukung ekspor suatu negara. Tiongkok memiliki China Exim Bank sebagai ECA dan Sinosure sebagai TCI, keduanya dimiliki oleh pemerintah. Sedangkan Jepang memiliki JBIC sebagai ECA dan NEXI sebagai TCI. Ada beberapa inisiatif atau insentif pemerintah yang disalurkan melalui lembaga-lembaga tersebut. Di Indonesia, kedua fungsi tersebut dijalankan oleh LPEI.

Bagikan Artikel

Tags